MAJENE – Usai pembukaan Konferensi III AJI Kota Mandar atau sebelum memulai pembahasan Tata Tertib konferensi, pimpinan sidang Farhanuddin meminta Jufriadi, yang akrab disapa Upi Asmaradhana, Koordinator Wilayah AJI Indonesia Wilayah Sulawesi, Maluku dan Maluku Utara, untuk memberi impresi atau sedikit sambutan. Berikut kutipan yang disampaikan.
Terus terang AJI Kota Mandar itu mendapat rapor merah. Hampir tidak ada kegiatan. Memang ada dua tiga kali, itu pun ketika saya datang. Jadi sering disorot oleh teman-teman AJI Indonesia dan sempat ada ide untuk membekukan atau melikuidasi. Tapi saya bertahan untuk tidak dilikuidasi. Saya merasa dan berpikir, ini basis terluar di Sulawesi bagian utara. Penting untuk menjaga semangat itu. Yang penting dijaga baik-baik adalah bagaimana menjaga etika. Ini membuat AJI tidak populer di kalangan wartawan. Kita harus berani, setiap anggota AJI, etika bukan hal yang bisa ditawar-tawar. Amplop itu tidak boleh dinegososiasikan. Itu darah dan semangat AJI. Tidak ada debat di situ. Bagaiman teman-teman belajar mengoreksi dan intropeksi menegakkan kode etik. Kita minta nanti ada semacam workshop soal etik lanjut UKJ, sebab itu menjadi syarat utama 2017 nanti. Setiap jurnalis harus bersertifikat.
Fungsi media harus menjadi pilar bersama. Teman-teman di AJI Mandar harus indipendensi. Mengapa saya bertahan tidak dilikuidasi. Di sini kan sudah sedikit, jurnalis di sini harus menjadi pembeda, kalau tidak ada lagi, maka semakin gentayangannlah jurnalis amplop. Ini tantang terberat. Biasanya AJI Kota selalu dimusui oleh organisasi tetangga dan oleh wartawan yang tidak ada kode etik. Lihat anak AJI seperti lihat hantu. Itu merusak stabilitas “teken menekan” dengan pemerintah. Ini jadi ciri khas AJI. Rata-rata AJI di Kota itu memang santat getol penegakan kode etik.
Berikutnya kesejahteraan. Di sini ada 20 portal, bagaimana menggaji, kesejahteraan, dll. Jangan Anda menjadi pemilik media, Anda lebih kejam dari pelaku industri lain. Itu tantangan juga. harapan saya, mari kita jaga semangat itu. Ini tanggung jawab kita. AJI garda terakhir penjaga moral jurnalis di Indonesia. Kalau kita lakukan kesalahan, oh, kita ini AJI. Ini benteng terakhir dalam menjaga tiga pilar itu.
Meskipun tidak ada kegiatan, koordinasi kurang, jarak yang jauh, tidak apa-apa asal semangat tetap tidak dijaga. Boleh tidak ada koordinasi, tapi menjaga pilar koordinasi tetap dijaga. Buat apa juga selalu sama tapi selalu langgar kode etik. AJI Kota Mandar tidak dianggap sebagai konstituen semanta, tapi mempertahankan nilai-nilai perjuangan, semangat ke-AJI-an itu sendiri.(ridwannews.com)