Rangkaian kegiatan Ujian Kompetensi Jurnalistik (UKJ) yang dilaksanakan oleh AJI Indonesia bekerjama AJI Makassar diawali Workshop Etik dan Profesionalisme Jurnalis, bertema Profesionalisme Jurnalis Menghadapi Hoax. Workshop dan UKJ dilaksanakan di Hotel Remcy, Makassar 21 – 23 Juli.
“Kegiatan ini kami harapkan bisa mengurangi foto, karya tulis dan video yang bernuansa hoax dan heart speech. Alhamdulillah Makassar menjadi tuan rumah UKJ yang keempat di Indonesia di tahun 2017 ini,” tutur Fadriansyah Agam Sofyan, Ketua AJI Makassar, mengawali sambutan pembukaan workshop.
Workshop diikuti lebih 30 peserta UKJ, beberapa jurnalis dan pers mahasiswa. Workshop terlaksana berkat kerjasama AJI dengan Keduataan Besar Australia. Usai sambutan Ketua AJI Makassar, dilanjutkan Konsulat Jenderal Australia di Makassar, Richard Mathews.
“Kita sering bertemu denagn AJI di mana pun AJI ada di Indonesia. Saya sebagai wakil pemerintah Australi mulai bulan Maret 2016. Di sini ada konsulat karena Makassar tumbuh dengan cepat. Sudah lama seharusnya buka kantor di Indonesia timur. Ada sejarah juga, misalnya nelayan Makassar cari tripang di Australia. Kami Punya tugas keliling di Indonesia timur untuk jalin hubungan erat dan kuat. AJI Kendari, Menado tahun lalu, beberapa hari lalu AJI Mandar. Kita sangat menghargai kegiatan AJI,” kata Richard.
Menurut konsul Australia tersebut, saat berkunjung ke daerah, mereka menjadikan informasi dari wartawan sebagai informasi pembanding yang dikemukan oleh pejabat daerah. “Pemimpin itu suka berkawan wartawan kalau beritanya positif, tapi kalau beritanya merugikan mereka, mereka tidak suka. Bagi saya pribadi, AJI sangat berguna. Saya keliling banyak pejabat. Tapi kalau ingin tahu yang benar, tanya saja sama AJI. Pasti ada pandangan yang berbeda, khususnya kegiatan politik. Mereka tahu AJI punya pandangan lain. Saya gembira sekali hadir dan menyokong acara ini,” tambah Richard.
Informasi menarik yang disampaikan Richard adalah munculnya pusat kajian kebenaran fakta di Australia yang dipelopori oleh perguruan tinggi di Australia. Katanya, “Jika pemimpin politik pernyataan dan tidak benar atau merugikan beberapa orang, mereka akan langsung mengecek pernyataan itu. Mereka bisa ukur berapa benar, salah. Jadi wartawan bisa punya bahan untuk membantu melaporkan hal-hal yang benar. Sudah mulai ada di Australia, mungkin juga di Amerika. Berguna menghadapi tuduhan bahwa itu feak news.”
Sambutan ditutup oleh Ketua Dewan Pers, Joseph Stanley Prasetyo. Ketua Dewan Pers menjelaskan panjang lebar polemik rencana pemasangan barcode untuk media. “Saya mencoba meluruskan, bahwa tujuannya adala membasmi yang abal-abal. Ada 7.000 media. Ini terbanyak di dunia. Di Timor Leste hanya 14 media. Tanjung Balai Karimun, ada 500 media di sana. Penduduk hanya 270 ribu jiwa. Sekarang waktunya utk memperbaiki diri,” terang Stanley.
Menurut Ketua Dewan Pers, UKJ dan pemasangan barcode atau verifikasi untuk media adalah bagian dari semangat Dewan Pers, untuk memperbaiki kondisi jurnalisme di Indonesia. Ada tukang gigi, ada dokter gigi. Harus dibedakan mana wartawan mana tukang wartawan. Wartawan diikat oleh kode etik.
Usai proses pembukaan acara, materi workshop diberikan oleh Stanley, membahas panjang lebar tentang Kode Etik Jurnalistik dan beberapa kasus besar yang ditangani oleh Dewan Pers.
Oleh: Muhamamd Ridwan