Minggu , 3 Desember 2023
Home » BERITA » Aksi #Save KPK oleh AJI Kota Mandar
Aksi teatrikal menggunakan topeng Baharuddin Lopa menolak pelemahan KPK. Foto Urwa

Aksi #Save KPK oleh AJI Kota Mandar

Menyikapi upaya pelemahan KPK yang sangat masif, baik di proses pemilihan pimpinan KPK maupun revisi undang-undangnya, AJI Kota Mandar didukung pegiat literasi di Pambusuang mengadakan Diskusi dan Aksi Damai #Save KPK.

Kegiatan diskusi dilaksanakan di Mesjid Pesantren Nuhiyah Pambusuang, Minggu 15 September 2019. Diskusi diikuti aksi teatrikal di sisi jalan Trans Sulawesi, yang menampilkan sosok Baharuddin Lopa lewat simbol topeng.

“Salah satu upaya melemahkan KPK adalah langkah DPR, yang diamini pemerintah, untuk merevisi UU KPK. Dalam draft revisi UU KPK itu, banyak pasal yang isinya memangkas kewenangan KPK. Dalam proses pemilihan pimpinan KPK pun sangat kentara upaya yang menuju ke pelemahan KPK. Menyadari hal tersebut, AJI Kota Mandar menilai harus ada upaya nyata untuk membantu KPK mengatasi masa-masa sulit ini. AJI Kota Mandar, mendukung gerakan pemberantasan korupsi tak hanya menjadi kewajiban bagi warga negara, tapi juga karena menjadi mandat organisasi. Dalam AD ART kami, menyatakan bahwa salah satu mandat organisasi ini adalah ikut “terlibat dalam pemberantasan korupsi, ketidakadilan, dan kemiskinan,” tutur Muhammad Ridwan Alimuddin, Ketua Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) Kota Mandar.

Kegiatan diawali diskusi yang menghadirkan pembicara Edy Junaedi (Komisi Etik AJI Kota Mandar) dan budayawan yang juga penulis buku Republik Korupsi, Suradi Yasil.

“Bukan sesuatu yang mengejutkan buat kita melihat upaya pelemahan KPK. Melihat sejarahnya, sering ada upaya yang ingin melemahkan lembaga tersebut. Masa transisi 1998 sampai 2002 atau masa terbentuknya KPK bukan pekerjaan mudah, berbagai pergelokan. Mahasiswa dan pro demokrasi berjuang, KPK lahir. KPK tidak terbentuk begitu saja, dia lahir dari desakan pejuang anti korupsi terhadap pemerintah. Luar biasa solid manggalang dukungan, maka lahirlah KPK. Mengapa KPK dengan mudahnya diobok-obok saat ini, salah satunya menurut saya adalah konsolidasi kawan-kawan pro demokrasi dan anti korupsi tidak sesolid dulu. Banyak kalangan menilai, rencana revisi UU KPK itu bukanlah penguatan tapi pelemahan. Yang mendukung perubahan itu tidak membicarakan substansi penguatan, sebaliknya melemahkan KPK supaya mereka lebih mudah melakukan aksi koruptif,” tutur Edy Junaedi, mantan Ketua AJI Kota Mandar.

Suradi Yasil mengemukakan bahwa kejahatan korupsi lebih berbahaya daripada terorisme dan narkoba. Terorisme dan narkoba yang mati tidak seberapa, tapi korupsi itu betul-betul merusak sendi-sendi kehidupan bangsa, semua digerus. Banyak biaya pendidikan dimakan oleh koruptor. Bahayanya karena korupsi ini sampai kepada rakyat. Sadar tidak sadar kita mengalami juga, misalnya di pemilu beberapa waktu lalu.

“Kalau sampai 30 tahun saya masih hidup, saya mau menjadi pemimpin keluar dari republik ini kalau masih banyak yang korupsi. Biar saya ditembak, saya mau memimpin kalau ada yang mau sama-sama melawan. Artinya ini perasaan yang sangat marah melihat prilaku korupsi di Indonesia. Saya sudah tua, tapi kalua melawan korupsi saya mau di depan. Syukurlah AJI dan komunitas lain ikut aktif melawan korupsi seperti di kegiatan ini,” tegas Suradi Yasil yang menulis hamper 200 puisi di buku Republik Korupsi. Salah satunya dibacakan dalam diskusi.

Di republik ini // sudah lama terjadi // banjir bandang korupsi /// Mata korupsi // Senyum korupsi // Tangan korupsi memalsu // Pisau korupsi menyembelih // Kaki korupsi melumat // Kepala korupsi membobol // Kuping korupsi menembus lowong // Kulit korupsi membadak // Otak korupsi bernanah berulat // Bibir korupsi seribudusta // Gigi korupsi sejutabisa // Lidah korupsi mengular // Tawa korupsi membentur-bentur // Mulut korupsi membusuk // Peurt korupsi bagai magma // Cium korupsi cium drakula // Seks korupsi menuba // Darah korupsi mengiblis // Jantung korupsi membuaya // Sambaran korupsi menghiu // Maka jadilah desa-desa korupsi // Kelurahan-kelurahan korupsi // Kecamatan-kecamatan korupsi // Kabupaten-kabupaten korupsi // Kota-kota korupsi // Provinsi-provinsi korupsi // Republik korupsi /// Di bawah langit Indonesia // Yang robek // Para pendurhaka // Menyeret ibunda // Mengisap darahnya // Memakan dagingnya // Beramai-ramai.

Acara juga menghadirkan Zainal Arifin Muchtar, pegiat anti korupsi yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tapi yang dihadirkan adalah rekaman suara. Menurut Muhammad Ridwan Alimuddin, “Sebelum adakan acara ini, saya menghubungi bang Zainal Arifin Muchtar untuk memberi motivasi kepada generasi muda di Sulawesi Barat agar ikut terlibat melawan pelemahan KPK. Beliau adalah orang Mandar, bapaknya bernama Muchtar Husain, ulama dan intelektual muslim yang lahir di Pambusuang. Jadi bang Zainal mengirim rekaman suaranya yang kemudian kami putar di acara,” jelas Muhammad Ridwan.

Dalam rekaman suara yang diperdengarkan, Zainal Arifin Muchtar mengatakan, “Saya ingin mengajak teman-teman sekalian untuk lebih berani, lebih kuat mendorong diri lebih istiqomah untuk melawan proses-proses yang disebut proses koruptif. Mengapa? Karena proses koruptif itu jelas merusak banya sendi-sendi kehidupan. Rasulullah sendiri mengatakan bahwa proses koruptif itu tidak baik, ada hadis mengatakan penyuap dan yang disuap sama-sama masuk neraka. Kedua, saya ingin katakan bahwa ada proses perlawanan balik dari para koruptor terhadap proses perlawanan kita melawan korupsi. Ada upaya untuk membuat pemberantasan korupsi dalam hal ini KPK tidak mampu, menjadi tidak kuat, tidak bisa melakukan apa-apa lagi ke depan. Saya berharap, siapa pun rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke khususnya teman-teman yang ada di Sulawesi Barat , khususnya yang ada di Pesantren Nuhiyah Pambusuang untuk berani, kuat melawan hal-hal seperti ini. Memberikan semua curahan tenaganya untuk mendorong bahwa negara ini seharusnya bebas dari prilaku korupsi. Dan KPK seharusnya tetap ada. Ada banyak mitos yang dibuat-buat bahwa di KPK seakan-akan, tidak terawasi sehingga butuh dewan pengawas. Salah tuh, karena sebenarnya KPK sudah banyak pengawasan. Diawasi oleh KPK untuk keuangannya, diawasi pengawas internal untuk semuanya, ada tim penasehat di dalamnya, ada pengawasan terhadap rekaman penyadapannya oleh Kominfo. Begitu banyak pengawasan, jadi mengapa jadi dianggap tidak ada pengawasan lalu kemudian dibuatkan lagi Dewan Pengawas. Mengapa kemudian sering dikatakan bahwa KPK sering melanggar, misalnya banyak kalau mau bandingkan dengan lembaga penegak hukum lain, KPK masih jauh lebih proper, jauh lebih baik menjalankan fungsinya. Karenanya sekali lagi, saatnya kita mendorong perlawan itu. Saatnya kita bantu perlawanan terhadap korupsi di negeri ini, saatnya kita bantu KPK untuk keluar dari tekanan politik yang sangat kuat. Sesungguhnya yang banyak menekan saat ini adalah politik. Barangkali presiden tidak cukup mendapatkan asupan informasi, analisis, teori dan cara-cara untuk lebih kuat menjalani proses-proses perlawan terhadap korupsi. Makanya kita berikan dukungan, kita beri dorong supaya lebih berani melakukan itu. Karena bagaimana pun ke depan kita harus bebas dari praktek-praktek koruptif. Mengapa harus bebas dari prilaku koruptif, seperti yang saya bilang tadi, jelas proses koruptif itu sendiri hal yang keliru dan tidak baik. Merusak banyak sendi kehidupan,” kata Zainal Arifin Muchtar.

Usai acara, diadakan aksi teatrikal yang mana para peserta diskusi mengenakan topeng pendekar hukum Indonesia kelahiran Pambusuang, Baharuddin Lopa. Dengan mengenakan topeng, peserta membawa poster yang isinya mendukung KPK dan melawan proses pelemahan KPK.

“Ini adalah simbol, bahwa Baharuddin-Baharuddin Lopa mendukung perjuangan teman-teman melawan proses pelemahan KPK. Saya sangat yakin, jika Baharuddin Lopa masih hidup, pasti beliau bersikap tidak setuju terhadap apa yang terjadi saat ini, yakni upaya-upaya sistematis melumpuhkan KPK,” jelas Muhammad Ridwan yang pernah membuat film dokumenter tentang Baharuddin Lopa.

Tambahnya, kegiatan diadakan di Pambusuang karena kampung ini memiliki nilai simbolis. Termasuk mengapa diadakan di Pesantren Nuhiyah Pambusuang. Menurut Ridwan, “Pesantren Nuhiyah itu didirikan, salah satunya adalah Baharuddin Lopa. Beliau masih Pembina pesantren ini sampai akhir hayatnya. Nah Pambusuang adalah tempah kelahiran Baharuddin Lopa. Kita mengirim pesan bahwa ada energi dari daerah ini yang mendukung agar KPK tetap kuat, bahwa generasi Baharuddin Lopa, generasi muda di Mandar, ikut berkontribusi dalam pemberantasan korupsi,” pungkas Ridwan.

About admin

Check Also

AJI Mandar Gelar Aksi, Serukan Kebebasan Pers Harus Dilindungi

MAMUJU, AJI Mandar – Rangkaian peringatan kemerdekaan pers pers Sedunia atau World Press Freedom Day ...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *